Friday, April 21, 2006
Kreatiflah!
Manusia kreatif tidak perlu genius-Orang genius mutlak harus kreatif
Apakah kita termasuk orang yang suka mencoba hal-hal baru? Mengeksplorasi kasus sampai ketemu jawabannya? Tidak menyerah pada anomali rumus atau teori yang "tidak sesuai" dengan praktik? Bla bla bla bla?
Kalau jawabnya ya, boleh-boleh saja jika anda menutup halaman web ini kemudian mencari informasi lain yang lebih berguna...
Kalau tidak, mungkin ada gunanya jika meneruskan membaca...
Anak balita yang mencoba memasukkan tangannya ke steker listrik kemudian kesetrum (mudah-mudah tidak sampai berhenti nadinya) sehingga seumur hidup paham bahayanya bersilaturahmi sembarangan dengan listrik, berpotensi untuk menjadi orang kreatif. Beda halnya jika siswa SMP (bahkan mahasiswa) melakukan hal yang sama kemudian kapok "ngobrol" dengan elektron yang bergerak bisa dipastikan akan tertinggal di jaman batu. Nah, kalau anda termasuk kelompok pertama, bergembiralah! Kalau masuk ke kelompok ke-2...berusahalah untuk tidak bersedih dan teruskan membaca.
Apa kunci agar kreatif?
Berdasarkan pengalaman bergaul dengan para pecandu sekolah maupun peneliti, ada beberapa kriteria yang rata-rata dipenuhi oleh orang kreatif yang BENAR, yaitu:
1. Menguasai ilmu dasarnya
Banyak ungkapan "AH! Itukan TEORI!" yang diungkapkan oleh mayoritas manusia di rikiblik ini, terutama oleh mereka yang sudah terjebak pada rutinitas kerja manipulatif atau tipu-menipu (tidak terbatas hanya di bidang yang erat dengan uang dan "pembangunan" lho!). Orang yang ngomong seperti itu sebetulnya keliatan banget tidak cerdasnya (maaf). Teori adalah model ideal atas suatu fenomena, banyak parameter teknis yang karena terlalu kecil atau acak besarnya "terpaksa terhilangkan" demi kemudahan pembelajaran. Berdasarkan fakta ini, terlihat jelas praktik sangat membantu seseorang menguasai pengetahuan atas fenomena yang dipelajari, JIKA teorinya sudah dikuasai dulu. Analogi sederhananya gini...
Kalau kita mau pergi ke berlibur ke HIMALAYA misalnya, apakah kita harus tau dulu jalur dan alat transportasi apa saja yang harus ditempuh mulai dari rumah sampai ke puncak gunungnya nanti? Ataukah bisa dengan pedoman "gimana nanti lah", yang penting buka pintu rumah terus jalan?
Bisa dengan mudah kita tebak, kalau pedoman kedua TIDAK MUNGKIN dapat mengantarkan kita dengan cepat-selamat ke puncak himalaya--sukur kalau tidak almarhum di perjalanan...
Nah pengetahuan tentang jalur dan alat transportasi yang harus ditempuh adalah TEORI-nya, sementara kenyataan bahwa dari depan rumah terpaksa naik ojek ke stasiun bis/bandara karena ada pemogokan supir angkot/taksi bisa disamakan dengan "PENGETAHUAN" yang diperoleh saat praktik.
2. Sering melakukan percobaan/praktik langsung
Melanjutkan contoh "perjalanan" sebelumnya, semakin sering praktik menuju stasiun bis/bandara menggunakan bermacam kendaraan, akan semakin kuat teori kita menuju ke kecepatan dan keselamatan perjalanan menuju tempat itu. Kalau taunya cuma dianterin sama supir pribadi ke bandara maka teorinya lebih dangkal daripada yang sudah mencoba macem-macem kendaraan, sehingga tidak bisa kreatif memilih alternatif transportasi.
3. Teliti
Sebelum mencoba naik mobil omprengan tidak resmi/taksi gelap, kita dituntut teliti secara ekstra, lebih dibandingkan mencoba naik sepeda ke bandara. Catat/ingat nomer polisi kendaraan yang kita naiki--kalo bisa hubungi teman/keluarga dekat dulu supaya kalo kita diculik mudah laporan ke polisinya, jangan lupa perhatikan penampilan kita (jangan terlalu menor supaya tidak jadi dirampok). Semakin teliti kita menghitung kelayakan suatu metoda menuju tempat tujuan, semakin besarlah kemungkinan kita berhasil sampai dengan selamat. Kalau mau nekat harus ekstra teliti dan hati-hati.
4. Pantang menyerah secara benar
Kalau ternyata menggunakan taksi gelap lebih sering dirampok daripada sampai ke tujuan, ada baiknya jangan diulangi lagi naik taksi gelapnya--bukan bepergiannya. Cari pengalaman lagi naik kendaraan lain yang berdasarkan pengamatan lebih aman.
Cukup 'kali ya? Kalo masih ada pertanyaan, kirim email aja ke kerlooza at gmail dot com.
Apakah kita termasuk orang yang suka mencoba hal-hal baru? Mengeksplorasi kasus sampai ketemu jawabannya? Tidak menyerah pada anomali rumus atau teori yang "tidak sesuai" dengan praktik? Bla bla bla bla?
Kalau jawabnya ya, boleh-boleh saja jika anda menutup halaman web ini kemudian mencari informasi lain yang lebih berguna...
Kalau tidak, mungkin ada gunanya jika meneruskan membaca...
Anak balita yang mencoba memasukkan tangannya ke steker listrik kemudian kesetrum (mudah-mudah tidak sampai berhenti nadinya) sehingga seumur hidup paham bahayanya bersilaturahmi sembarangan dengan listrik, berpotensi untuk menjadi orang kreatif. Beda halnya jika siswa SMP (bahkan mahasiswa) melakukan hal yang sama kemudian kapok "ngobrol" dengan elektron yang bergerak bisa dipastikan akan tertinggal di jaman batu. Nah, kalau anda termasuk kelompok pertama, bergembiralah! Kalau masuk ke kelompok ke-2...berusahalah untuk tidak bersedih dan teruskan membaca.
Apa kunci agar kreatif?
Berdasarkan pengalaman bergaul dengan para pecandu sekolah maupun peneliti, ada beberapa kriteria yang rata-rata dipenuhi oleh orang kreatif yang BENAR, yaitu:
1. Menguasai ilmu dasarnya
Banyak ungkapan "AH! Itukan TEORI!" yang diungkapkan oleh mayoritas manusia di rikiblik ini, terutama oleh mereka yang sudah terjebak pada rutinitas kerja manipulatif atau tipu-menipu (tidak terbatas hanya di bidang yang erat dengan uang dan "pembangunan" lho!). Orang yang ngomong seperti itu sebetulnya keliatan banget tidak cerdasnya (maaf). Teori adalah model ideal atas suatu fenomena, banyak parameter teknis yang karena terlalu kecil atau acak besarnya "terpaksa terhilangkan" demi kemudahan pembelajaran. Berdasarkan fakta ini, terlihat jelas praktik sangat membantu seseorang menguasai pengetahuan atas fenomena yang dipelajari, JIKA teorinya sudah dikuasai dulu. Analogi sederhananya gini...
Kalau kita mau pergi ke berlibur ke HIMALAYA misalnya, apakah kita harus tau dulu jalur dan alat transportasi apa saja yang harus ditempuh mulai dari rumah sampai ke puncak gunungnya nanti? Ataukah bisa dengan pedoman "gimana nanti lah", yang penting buka pintu rumah terus jalan?
Bisa dengan mudah kita tebak, kalau pedoman kedua TIDAK MUNGKIN dapat mengantarkan kita dengan cepat-selamat ke puncak himalaya--sukur kalau tidak almarhum di perjalanan...
Nah pengetahuan tentang jalur dan alat transportasi yang harus ditempuh adalah TEORI-nya, sementara kenyataan bahwa dari depan rumah terpaksa naik ojek ke stasiun bis/bandara karena ada pemogokan supir angkot/taksi bisa disamakan dengan "PENGETAHUAN" yang diperoleh saat praktik.
2. Sering melakukan percobaan/praktik langsung
Melanjutkan contoh "perjalanan" sebelumnya, semakin sering praktik menuju stasiun bis/bandara menggunakan bermacam kendaraan, akan semakin kuat teori kita menuju ke kecepatan dan keselamatan perjalanan menuju tempat itu. Kalau taunya cuma dianterin sama supir pribadi ke bandara maka teorinya lebih dangkal daripada yang sudah mencoba macem-macem kendaraan, sehingga tidak bisa kreatif memilih alternatif transportasi.
3. Teliti
Sebelum mencoba naik mobil omprengan tidak resmi/taksi gelap, kita dituntut teliti secara ekstra, lebih dibandingkan mencoba naik sepeda ke bandara. Catat/ingat nomer polisi kendaraan yang kita naiki--kalo bisa hubungi teman/keluarga dekat dulu supaya kalo kita diculik mudah laporan ke polisinya, jangan lupa perhatikan penampilan kita (jangan terlalu menor supaya tidak jadi dirampok). Semakin teliti kita menghitung kelayakan suatu metoda menuju tempat tujuan, semakin besarlah kemungkinan kita berhasil sampai dengan selamat. Kalau mau nekat harus ekstra teliti dan hati-hati.
4. Pantang menyerah secara benar
Kalau ternyata menggunakan taksi gelap lebih sering dirampok daripada sampai ke tujuan, ada baiknya jangan diulangi lagi naik taksi gelapnya--bukan bepergiannya. Cari pengalaman lagi naik kendaraan lain yang berdasarkan pengamatan lebih aman.
Cukup 'kali ya? Kalo masih ada pertanyaan, kirim email aja ke kerlooza at gmail dot com.