Tuesday, April 04, 2006
Koneksi Internet Mahal!...tanya kenapa?
(Seharusnya Internet dapat dijadikan solusi ketertinggalan pendidikan Indonesia)
Seorang teman pernah mengeluh ketika tagihan telepon nirkabel-nya membengkak menjadi 6 juta perak! karena banyaknya byte data yang dia download dalam 3 bulan (sebelumnya provider teleponnya menerapkan metoda flat tiap bulannya yang-maaf-'hanya' 200 ribu perak tiap bulan). Jika dihitung-hitung dari biaya yang dibayar dan harga tiap kilobyte datanya, dia hanya mendownload tidak lebih 400 Megabyte saja!
Saya gemas melihat besarnya duit yang harus dibayar oleh orang indonesia untuk data yang berukuran tidak lebih dari 3/4 kapasitas CD, padahal kalo kita ambil perbandingan harga CD film orisinal yang terdiri dari hanya satu keping CD paling mahal hanya 25 ribu perak saja. Padahal harga jual CD film orisinal sudah termasuk biaya penyediaan bahan CD,iklan, jaringan distribusi penjualan, bayar penjaga toko, pajak dsb-dsb, nah lho! Dengan itung-itungan seperti ini mustahil bisnis video on demand bisa jalan di sini.
Ah, kejauhan mas...kalo bicara video on demand, mari kita bicarakan saja pendidikan anak bangsa, biar pun tidak banyak yang peduli sama pendidikan (karena banyak orang pinter bilang biaya pendidikan itu mahal) tapi setidaknya lebih idealis gitu...
Ya sudah mari kita bicara apa yang sebenarnya Internet dapat lakukan untuk mempercepat tingkat pemikiran bangsa yang terbelakang ini:
Sejak sekolah sarjana dulu, kalo saya disuruh jujur, Internet membantu saya memahami suatu materi ilmu JAUH lebih baik dibandingkan dengan 'bantuan' guru/dosen. Eit, jangan sewot dulu para guru/dosen, tugas yang mulia Bapak dan Ibu memang hanya menunjukkan jalan yang harus ditempuh untuk memahami suatu materi, sisanya tugas kami membaca buku--atau dari mana saja--untuk menguasainya. Nah, di kita ini malangnya harga kertas mahal, yang ujung2nya buku juga muahal banget. Kalaupun ada bukunya, kita terpaksa harus percaya sama yang nulis buku itu, sulit cari perbandingan kecuali punya beberapa buku untuk ilmu yang sama. Ke perpustakaan?Ah, jumlahnya kan terbatas, sebagian tidak boleh dipinjam keluar perpus. lagi.
Yang pasti, cara belajar berbasis buku itu MAHAL, baik kita sendiri yang bayar ataupun kampus. Berat bawanya, susah juga menemukan dengan cepat informasi yang ingin kita cari (banyak waktu yang harus dikorbankan untuk mencari informasi yang kita cari diantara banyak buku dengan judul yang bisa jadi kita sendiri tidak tau). Gaya penulisan di buku teks cenderung panjang lebar sehingga kita dipaksa membaca sampai akhir suatu bab/subbab untuk sampai pada kesimpulan bahwa informasi yang kita cari tidak cukup memuaskan di buku itu. Dan bisa dipastikan isi buku teks terbaru sekalipun sudah ketinggalan jaman 2-3 tahun (buku yang baik memang ditulis cukup lama sehingga enak dibaca, bebas kesalahan tanda baca dst sesuai dengan idealisme penulis).
Saya baru memilih dan kemudian membaca buku teks setelah mengakses dulu Internet. Cari dulu tutorial/arti singkat/teori sederhana dan sebangsanya yang singkat-padat dari suatu metode, kemudian kalo masih belum jelas (jarang situs Internet yang menyertakan soal/kasus latihan--suatu hal yang harus kita kerjakan kalo mau menguasai sesuatu) baru saya cari judul buku yang cocok--masih dengan bantuan Internet juga.
Nah, dalam sebulan, pola hidup ke-Internet-an saya mungkin membutuhkan sedikitnya 100 jam atau ya setara tidak kurang dari 1Gbyte data...silakan hitung biayanya kalau saya harus merogoh kocek sendiri dengan tarif yang JELAS-JELAS HANYA MEMPERKAYA SEGEROMBOLAN PENGUASA TELEKOMUNIKASI di indonesia ini.
Padahal untuk bisa konek ke Internet, komputer harus kita yang sediain, listrik kita sendiri yang bayar, kalo mau cetak data kita sendiri yang sediain kertas,tinta,printernya. Perhatikan:SEDIKIT SEKALI SUBSIDI YANG HARUS DIBERIKAN PEMERINTAH rikiblik indonesia untuk keperluan ini. Nah perusahaan penguasa telekomunikasi kita: coba hitung keuntungan yang mereka peroleh, (bahkan untuk mengirim 160 karakter saja masih ada yang membebani kita dengan biaya 350 perak!--yang gak ngerti berarti gak pernah sms-an!)
Pola pikir pentarifan informasi ini yang harus dibenahi. Biaya belajar lewat Internet mayoritas ditanggung pengguna, pemerintah sedikit sekali sumbangannya, pengusaha telekomunikasi yang paling dapet untung. Padahal para pengusaha itu dulu sekolahnya disubsidi gede banget lho sama rakyat via utang luar negri negara kita.
Kalo aja biaya konek ke Internet murah, kecepatannya memadai, bayangkan pemerintah gak perlu bikin tender pengadaan buku paket mulai dari SD sampai SMA (cukup dimuat di situs Depdiknas untuk didownload gratis dan dicetak kalo mau sama sekolah di seluruh pelosok negeri), 'dus tidak akan ada penyelewengan dana pengadaan buku yang ruwet itu--lebih sedikit orang masuk neraka jadinya.
Kesimpulan:Koneksi Internet yang murah dan cepat pasti jadi solusi pendidikan murah di negara kita ini, kalo gak gitu...pemerintah dan semua pegawai perusahaan telekomunikasi tidak ber-PIKIRCERDAS!..........ah bukannya kita semua tau jawabannya?
Seorang teman pernah mengeluh ketika tagihan telepon nirkabel-nya membengkak menjadi 6 juta perak! karena banyaknya byte data yang dia download dalam 3 bulan (sebelumnya provider teleponnya menerapkan metoda flat tiap bulannya yang-maaf-'hanya' 200 ribu perak tiap bulan). Jika dihitung-hitung dari biaya yang dibayar dan harga tiap kilobyte datanya, dia hanya mendownload tidak lebih 400 Megabyte saja!
Saya gemas melihat besarnya duit yang harus dibayar oleh orang indonesia untuk data yang berukuran tidak lebih dari 3/4 kapasitas CD, padahal kalo kita ambil perbandingan harga CD film orisinal yang terdiri dari hanya satu keping CD paling mahal hanya 25 ribu perak saja. Padahal harga jual CD film orisinal sudah termasuk biaya penyediaan bahan CD,iklan, jaringan distribusi penjualan, bayar penjaga toko, pajak dsb-dsb, nah lho! Dengan itung-itungan seperti ini mustahil bisnis video on demand bisa jalan di sini.
Ah, kejauhan mas...kalo bicara video on demand, mari kita bicarakan saja pendidikan anak bangsa, biar pun tidak banyak yang peduli sama pendidikan (karena banyak orang pinter bilang biaya pendidikan itu mahal) tapi setidaknya lebih idealis gitu...
Ya sudah mari kita bicara apa yang sebenarnya Internet dapat lakukan untuk mempercepat tingkat pemikiran bangsa yang terbelakang ini:
Sejak sekolah sarjana dulu, kalo saya disuruh jujur, Internet membantu saya memahami suatu materi ilmu JAUH lebih baik dibandingkan dengan 'bantuan' guru/dosen. Eit, jangan sewot dulu para guru/dosen, tugas yang mulia Bapak dan Ibu memang hanya menunjukkan jalan yang harus ditempuh untuk memahami suatu materi, sisanya tugas kami membaca buku--atau dari mana saja--untuk menguasainya. Nah, di kita ini malangnya harga kertas mahal, yang ujung2nya buku juga muahal banget. Kalaupun ada bukunya, kita terpaksa harus percaya sama yang nulis buku itu, sulit cari perbandingan kecuali punya beberapa buku untuk ilmu yang sama. Ke perpustakaan?Ah, jumlahnya kan terbatas, sebagian tidak boleh dipinjam keluar perpus. lagi.
Yang pasti, cara belajar berbasis buku itu MAHAL, baik kita sendiri yang bayar ataupun kampus. Berat bawanya, susah juga menemukan dengan cepat informasi yang ingin kita cari (banyak waktu yang harus dikorbankan untuk mencari informasi yang kita cari diantara banyak buku dengan judul yang bisa jadi kita sendiri tidak tau). Gaya penulisan di buku teks cenderung panjang lebar sehingga kita dipaksa membaca sampai akhir suatu bab/subbab untuk sampai pada kesimpulan bahwa informasi yang kita cari tidak cukup memuaskan di buku itu. Dan bisa dipastikan isi buku teks terbaru sekalipun sudah ketinggalan jaman 2-3 tahun (buku yang baik memang ditulis cukup lama sehingga enak dibaca, bebas kesalahan tanda baca dst sesuai dengan idealisme penulis).
Saya baru memilih dan kemudian membaca buku teks setelah mengakses dulu Internet. Cari dulu tutorial/arti singkat/teori sederhana dan sebangsanya yang singkat-padat dari suatu metode, kemudian kalo masih belum jelas (jarang situs Internet yang menyertakan soal/kasus latihan--suatu hal yang harus kita kerjakan kalo mau menguasai sesuatu) baru saya cari judul buku yang cocok--masih dengan bantuan Internet juga.
Nah, dalam sebulan, pola hidup ke-Internet-an saya mungkin membutuhkan sedikitnya 100 jam atau ya setara tidak kurang dari 1Gbyte data...silakan hitung biayanya kalau saya harus merogoh kocek sendiri dengan tarif yang JELAS-JELAS HANYA MEMPERKAYA SEGEROMBOLAN PENGUASA TELEKOMUNIKASI di indonesia ini.
Padahal untuk bisa konek ke Internet, komputer harus kita yang sediain, listrik kita sendiri yang bayar, kalo mau cetak data kita sendiri yang sediain kertas,tinta,printernya. Perhatikan:SEDIKIT SEKALI SUBSIDI YANG HARUS DIBERIKAN PEMERINTAH rikiblik indonesia untuk keperluan ini. Nah perusahaan penguasa telekomunikasi kita: coba hitung keuntungan yang mereka peroleh, (bahkan untuk mengirim 160 karakter saja masih ada yang membebani kita dengan biaya 350 perak!--yang gak ngerti berarti gak pernah sms-an!)
Pola pikir pentarifan informasi ini yang harus dibenahi. Biaya belajar lewat Internet mayoritas ditanggung pengguna, pemerintah sedikit sekali sumbangannya, pengusaha telekomunikasi yang paling dapet untung. Padahal para pengusaha itu dulu sekolahnya disubsidi gede banget lho sama rakyat via utang luar negri negara kita.
Kalo aja biaya konek ke Internet murah, kecepatannya memadai, bayangkan pemerintah gak perlu bikin tender pengadaan buku paket mulai dari SD sampai SMA (cukup dimuat di situs Depdiknas untuk didownload gratis dan dicetak kalo mau sama sekolah di seluruh pelosok negeri), 'dus tidak akan ada penyelewengan dana pengadaan buku yang ruwet itu--lebih sedikit orang masuk neraka jadinya.
Kesimpulan:Koneksi Internet yang murah dan cepat pasti jadi solusi pendidikan murah di negara kita ini, kalo gak gitu...pemerintah dan semua pegawai perusahaan telekomunikasi tidak ber-PIKIRCERDAS!..........ah bukannya kita semua tau jawabannya?