Sunday, May 03, 2009

 

Saya hanya berbuat, jika anda tidak tertarik bukan salah saya

Tiga tahun terakhir ini saya terlibat dengan hiruk pikuk pekerjaan yang menyita waktu penelitian saya di program doktor. Pekerjaan yang bisa dilihat sebagai sesuatu yang remeh temeh oleh sebagian orang, dan bisa dilihat sebagai pekerjaan "besar" dan "berat" oleh sebagian kecil (sangat kecil) orang...dan pekerjaan itu adalah : "membimbing"

"Lihat itu si yus hidupnya gak wajar orang...7 hari seminggu kerja di lab. nongkrongin anak-anak bimbingannya...tanpa libur...hampir selalu nyaris tengah malam baru pulang...Mau apa coba? Ngapain aja? Jangan-jangan kamu ngerjain sendiri hal-hal yang seharusnya dikerjain sama mahasiswa...aah...biasalah...biar menang!"

Adalah ujaran yang sering saya dengar secara langsung maupun tidak...

"Halah! ya pantes menang..'lha dosennya yg ngerjain!"

Juga ujaran lain yang kemudian lebih sering saya dengar ketika pekerjaan saya sebagai pembimbing mulai berbuah...

Saya tidak akan berusaha membela diri, saya hanya akan bercerita tentang konsep "membimbing" menurut saya...

Mahasiswa (terutama yang masih undergraduate) adalah sosok yang unik...umurnya sudah tidak bisa dibilang anak kecil, dari sisi keilmuannya juga sudah rada bagusan lah dibandingkan anak-anak...hanya saja mereka (dan saya waktu seumuran mereka) belum punya "kematangan" dan "pengalaman". Ini tidak berlaku umum, ada juga yang sudah matang dan penuh pengalaman walopun masih sangat muda, tapi secara umum jarang.

Fungsi saya sebagai pembimbing adalah mirip wasit, kadangkala mirip manajer, seringkali seperti kakak, dan nyaris sepenuhnya seperti teman.

Dikala melakukan riset, mereka harus saya perhatikan apakah yang sedang mereka kerjakan itu akan mengarah pada sesuatu yang bermanfaat. Jika tidak, saya harus menggali mengapa mereka melalukan hal itu, jika diakhir diskusi saya yang salah, saya harus berbesar hati untuk mengakui bahwa sangkaan saya salah.

Jika mereka mulai terlihat tidak fokus, saya harus berusaha tahu apa penyebabnya...maklumlah...mereka kan masih "dewasa muda"...urusan pacar sedikit saja bisa bikin hidupnya morat-marit. Saya harus menjadi kakak,teman, dan kadangkala bapak sekaligus buat mereka.

Diwaktu risetnya macet karena urusan teknis, saya harus meluaskan cakrawala pengetahuan mereka melalui alternatif solusi yang harus mereka periksa untuk ditemukan jawaban masalanya yang paling tepat (efektif dan efisien).

Hal-hal seperti yang saya ceritakan inilah yang menyebabkan saya harus "rajin" menunggui mereka:"para mahasiswa saya yang manis" tujuh hari seminggu...melatih mereka untuk disiplin, tanpa perlu membuat mereka menjadi manusia tanpa hati. Melatih mereka untuk bekerja dalam kelompok, berlatih menjadi manusia yang profesional, punya integritas...utuh!

Ketika larangan untuk korupsi hanya berupa stiker, pamflet dan tayangan di media massa...mereka belajar untuk tidak korupsi secara nyata. Belanja sendiri kebutuhan riset...bisa saja harganya di mark-up...tapi mereka tahu...siapapun bisa mengecek harga sesungguhnya di pasaran. Rata-rata tiap bulan kami 'menghamburkan uang' untuk riset sebesar dua puluh juta rupiah...berapa persen mark-upnya?...NOL

Banyak lagi yang saya rasa bisa mereka peroleh dari hidup di lab...yang paling penting menurut saya adalah kesadaran untuk berbuat yang terbaik untuk dirinya sendiri! Berusaha menggapai keinginan dan cita-cita paling egois mereka dengan cara yang benar, dengan kerja keras.

Dan ketika kami menang, itu hanya bonus kecil dari kerja keras kami. Kalaupun kami kalah, itu adalah pelajaran yang berharga bagi saya.

Ketika ada yang tertarik dengan apa yang kami lakukan, saya harap cara kami bekerja dapat dicontoh dehingga lebih banyak lagi anak muda negeri ini yang mengerti arti "kerja keras".

Saya hanya berbuat, jika anda tertarik, salah sendiri...jika anda tidak tertarik, itu bukan salah saya!

Saturday, August 04, 2007

 

Selamat Datang di Bulannya Para Pengemis!

August kata orang Singapura, Agustus kata orang Indonesia atau bahkan Ogos kata orang Malaysia memiliki makna yang sangat penting bagi ketiga bangsa itu. Ketiganya bebas dari kolonialisme pada bulan yang sama, walaupun berbeda tahun.

Dari ketiga bangsa itu, yang paling perih usahanya untuk dapat lepas dari kolonialisme adalah bangsa Indonesia. Perang yang relatif tidak berhenti--walaupun sifatnya sporadis dan terpecah--sejak bangsa 'barat' menginjakkan kakinya di wilayah kepulauan terluas di dunia ini di abad ke-16. Bahkan kemerdekaan yang didapat tahun 1945 itu tidak serta merta meredakan peperangan yang terus berlangsung sampai tahun 1949 (ketika bangsa 'barat' tetap berusaha untuk menguasai kembali wilayah ini). Malaysia dan Singapura yang lebih beruntung "dibuatkan sistem pemerintahan dan administrasinya" oleh bangsa Inggris juga lebih beruntung dalam "menasionalisasikan" wilayahnya. Tidak ada peperangan berdarah-darah panjang yang perlu dilakukan oleh kedua bangsa tersebut untuk memperoleh hak azasi "kemerdekaan".

Di bulan Agustus tahun 2007 ini, Indonesia sudah "merdeka" selama 57 tahun, Malaysia memperingati "Our Nasionhood"nya yang ke-50, dan Singapura--nah ini yang susah ngitungnya--self governance dikasih Inggris tahun 1959,kemudian sempat bergabung dengan Malaysia tahun 1963, terus ribut-ribut dan akhirnya mendapatkan "sovereignty"nya tahun 1965.

JADI PENGEMIS UNTUK MEMPERINGATI KEMERDEKAAN
Nah dari ketiga negara yang sangat dekat letaknya itu,yang saling mirip warna kulitnya, yang sama jenis makanan pokoknya, yang paling norak dan gak pake otak cara memperingati kemerdekaan bangsanya kok ya aneh bin ajaib malah negara yang usaha untuk merdekanya paling ulet dan berdarah-darah--Ya tebakan anda benar, Indonesia!

Tidak perlu jeli untuk merasakan GAIRAH MENGEMIS YANG SANGAT KENTAL yang dilakukan oleh rakyat bangsa besar ini untuk dapat memperingati hari 'kemerdekaan'nya. Sejak bulan Juli hampir di seluruh ruas jalan-kecuali jalan tol-kita dapati segerombolan anak muda kate (Karang Taruna) yang memblokir jalan meminta sumbangan untuk pertandingan olahraga antar kampung dan malam pentas seni. Ada yang pake cara baik-baik, banyak juga yang memaksa. Yang agak punya sedikit malu menawarkan atau (sedikit) memaksa semua pengemudi yang lewat untuk membeli air minum botol/gelas dengan harga tertentu.

Kalo di suatu daerah ada toko atau perusahaan, maka perkumpulan muda-mudi (banyak juga yang sudah punya anak masih ikutan lho) itu akan menyebarkan "proposal" kegiatan yang ujung-ujungnya ya ngemis juga.

Dana yang terkumpul akan dihambur-hamburkan untuk acara yang sifatnya temporer dan dangkal (ini menurut saya sih). Balap karung,makan kerupuk, dilanjutkan dengan goyangan seronok di malam dangdutan, aha!

Setidaknya saya belum pernah dengar apalagi lihat ada gerobolan pemuda pemudi kampung anu yang cara memperingati hari kemerdekaan bangsanya dengan cara yang elegan (gak ngemis dengan segala macam bentuknya) dan acara yang bagus (bersifat membangun masyarakat dalam jangka waktu yang lama).

"Serius amat sih! Rakyat 'kan perlu hiburan!"
Hiburan?Emangnya stasiun televisi kita masih cuma satu? 'Lha sinetron dan seabrek acara "cuma untuk hiburan" itu apa gak cukup? Lagian apa hubungan antara "merenungkan jerih payah para pejuang dan apa yang perlu dilakukan untuk membuat seluruh rakyat dapat menikmati makmurnya kemerdekaan" dengan acara tarik tambang dan liur para lelaki yang menetes lihat goyangan biduan dangdut yang aduhai?

Kalo masalah ramai-ramai mengemis saja dianggap tidak perlu diseriusin, tepatlah kalo bangsa Indonesia terkenal di mata dunia sebagai BANGSA PENGEMIS yang sangat BANGGA pada prestasi pahlawan mereka dulu...yang faktanya gak ikut-ikut joged dangdut kala malam kesenian 17 Agustus.

Malu aku jadi orang indonesia!



Friday, January 05, 2007

 

Motor Dilarang Masuk Thamrin!


Gerak sepeda motor di Jakarta akan semakin dibatasi, antara lain dilarang masuk jalan protokol. Kendaraan roda dua itu dituding jadi biang macet jalanan Ibu Kota. Saat ini, Gubernur DKI Sutiyoso sedang mencari terobosan aturan untuk membatasi pergerakan sepeda motor di jalan protokol Ibu Kota, seperti Jalan MH Thamrin, Jenderal Sudirman, dan HR Rasuna Said. Selain itu, mulai tahun 2007 ini sepeda motor hanya boleh berada di lajur khusus atau di sisi kiri jalan...(www.kompas.com-5 Januari 2007)

Aha! Contoh lain bagaimana orang "besar" belum tentu berpikir cerdas!

Persoalan mendasarnya apa? Menurut saya (yang dengan rendah hati menunggu kritik):
1.Ketidakmapuan pemerintah menyediakan mass transportation yang murah-mudah-aman sehingga rakyat merasa perlu untuk mengendarai kendaraan pribadi--dan karena gak punya duit terus beli motor, bukannya mobil--sebagai pilihan transportasi.
2.Macet itu penyebab utamanya apa dan menurut siapa? Katanya: Pengendara motor yang jumlahnya buanyak dan mental berkendaranya yang semrawut sehingga lalulintas orang bermobil menjadi terganggu. Perhatikan keberpihakan pemerintah pada masyarakat kelas atas yang wira-wiri pake kendaraan roda 4! Pak Sutiyoso sampai memberi contoh kota Hanoi sebagai kota yang semrawut karena kebanyakan motor yang seliweran di jalan.

Mari kita coba berpikir jernih dan cerdas:
1.Dari segi pemakaian BBM (yang katanya disubsidi secara besar-besaran oleh pemerintah):
-kendaraan roda 4 bagaimanapun iritnya tetap minum BBM paling banyak dan boros,karena ukuran mesinnya yang pasti lebih besar dari kendaraan roda 2 wajar. Sekedar untuk parkir atau putar arah saja bisa menghabiskan waktu lebih dari 20 kali lipat dari yang dibutuhkan sepeda motor--sehingga pasti minum BBM jauh lebih banyak 'kan? Memang ada kendaraan roda 2 dengan mesin custom yang tidak wajar, mesinnya berukuran sampai 2300CC, pernah saya kendarai sendiri walaupun pinjam sih ;). Tapi saya yakin jumlahnya tidak akan pernah membuat Pertamina terpaksa harus menambah cadangan BBM nasional, sehingga secara statistik dapat dianggap tidak signifikan.
2.Dari ukuran wilayah parkir, ukuran sepeda motor itu umumnya hanya 25% dari wilayah parkir yang dibutuhkan oleh kendaraan roda 4, sehingga apabila diatur dengan baik wilayah parkir sepeda motor yang mengkorupsi lebar jalan dapat lebih kecil dibandingkan jika digunakan parkir kendaraan roda 4 atau lebih.Ujung-ujungnya jalan jadi lebih lebar-->lebih banyak menampung kendaraan.

Saya rasa 2 alasan tersebut sudah cukup bagi saya untuk mentertawakan kehendak yang mulia pak gubernur untuk "membebaskan" jalan protokol di Jakarta dari "nyamuk-nyamuk" sepeda motor. Saya malah tepuk tangan dan angkat topi kalo keinginan beliau adalah "Membebaskan jalan protokol itu dari kendaraan roda 4 (pribadi dan bahkan taksi,karena taksi jarang sekali terisi penuh) serta mengkhususkan jalan itu untuk bis kota dan sepeda motor".Perkecualian boleh diterapkan untuk kendaraan roda 4 berplat nomer korps diplomatik dan pejabat negara, yang kantornya bisa-bisanya berkerumun di jalan protokol tersebut. Penerapan jalur khusus sepeda motor yang lebih lebar dan terpisah dengan kendaraan beroda lebih dari 2 merupakan bentuk perlindungan bagi pengendara sepeda motor (pahlawan pengirit BBM) sekaligus usaha untuk mengatasi kemacetan jalan raya.

Bikers rule!

P.S.:
Saya 14 tahun yang lalu sempat aktif di perkumpulan Bikers Brotherhood (perkumpulan penggemar motor tua di Bandung), tapi karena kesibukan menuntut ilmu jadi tidak aktif lagi & motor saya 'mangkrak' bertahun-tahun. Jika ada pembaca blog ini yang punya onderdil kopling dan gearbox untuk motor Norton model 50 tahun 1956, hubungi saya di kerlooza(at)gmail.com ya?Sudah pingin "tabeuh deui" nih!

This page is powered by Blogger. Isn't yours?